perempuanku masih terdiam. ia engga bertolak. duduk menghadap debur suara ibunya. perlahan matahari menjulurkan ciuman dalam segelas kopi yang telah kau pilin dengan wangi tubuhmu. kemudian kau mulai mencumbu pangkal rambutnya. lagi, katanya. sudut mata telah mengerling, ia melihat pancur air yang bersetia memancarkan pijar harapan pada tiap-tiap jejak kaki yang ditanggalkannya. harum desir di ufuk timur membawa aroma akan sebuah impian tentang surga dan neraka yang tak akan pernah berpenghuni. barangkali sebuah kota yang mati. surga baginya adalah tanah yang akan melahirkan jejak-jejak kaki yang merambai. terus-menerus hingga pucuk langit tak bersandar. dan neraka adalah tubuh yang menebarkan uap panas di dalam kerongkongan. sehingga baginya setiap keserakahan adalah binatang yang menjilati bangkai tubuhnya sendiri.
kemudian ia mulai berceria dalam persetubuhan yang singkat:
aku pernah mendengar suaramu sebelum kau memulai pagimu dan menyirami buku-bukumu dengan segelas kopi bercampur susu. sebuah percakapan, sayangnya tak dapat kita hitung dalam kurun waktu yang semakin merambat. aku hanya dapat mendengar sayup dari kejauhan suara yang menjalar di balik meja kerjaku. kata-kata, barangkali hanya sebuah permulaan yang akan kita terima dengan begitu terbuka, meski kemudian tentunya kau tak akan dapet mengingat pada hari-hari sebelumnya, penglihatanmu akan memudar dan tak ada yang tersisa kecuali aroma pagi yang kau hirup dini hari. aku telah merapal beberapa ingatanku dengan tamak hingga memasuki rongga-rongga cuping telingku. namun kita tahu, ia dapat raib seketika seperti topan yang bertandang untuk menggulung ruap-ruap pada basah tubuhmu. kemudian aku mulai duduk bergeming pada masa yang tak menentu.
aku pernah mendengar suaramu sebelum kau memulai pagimu dan menyirami buku-bukumu dengan segelas kopi bercampur susu. sebuah percakapan, sayangnya tak dapat kita hitung dalam kurun waktu yang semakin merambat. aku hanya dapat mendengar sayup dari kejauhan suara yang menjalar di balik meja kerjaku. kata-kata, barangkali hanya sebuah permulaan yang akan kita terima dengan begitu terbuka, meski kemudian tentunya kau tak akan dapet mengingat pada hari-hari sebelumnya, penglihatanmu akan memudar dan tak ada yang tersisa kecuali aroma pagi yang kau hirup dini hari. aku telah merapal beberapa ingatanku dengan tamak hingga memasuki rongga-rongga cuping telingku. namun kita tahu, ia dapat raib seketika seperti topan yang bertandang untuk menggulung ruap-ruap pada basah tubuhmu. kemudian aku mulai duduk bergeming pada masa yang tak menentu.
(lagi) aku bertindak seperti kepolosan pada masa kanakku. ketika aku dapat memberikan hitungan dan memulai untuk menyuarakan tangisan-tangisan kecilku di depan mereka, sengaja kutawarkan manusia-manusia dewasa untuk dapat melihat ketelanjanganku dengan mata terbuka. dan setiap yang bernafas akan mengalami sebuah masa pertumbuhan, baik terlihat maupun tak terlihat. barangkali yang tak terlihat adalah sebuah pertumbuhan yang tak dapat kita tulis dengan sebuah pena, yaitu sesuatu yang tidak tampak dalam diri kita namun sesungguhnya melekat.
hei, ada yang bersembunyi dibalik lampau yang begitu pekik
0 comments:
Post a Comment