di suatu pagi, aku ingin mendengarmu berbicara tanpa suara, barangkali hanya matamu. sebab harum fajar tak pernah lelah mengiringku untuk kembali pulang ketika cahaya mulai meredam berdeham. dengan suara, kata-kata akan menjadi bising dan membuat gendang telingaku memuncah, barangkali bau yang dihasilkannya hanya akan menjadi jelaga di udara dan tak berarti apapun kecuali bau yang akan dinikmatinya sendiri. mereka adalah para pembual dengan segala orasi-orasi tolol yang tak sedikitpun membuat degupku membelalak. tidakkah pendidikan mereka begitu menjulang tinggi? sehingga mereka memang layak untuk mengajari kami, para jelata bodoh. apadaya, pendidikan hanya sebatas selembar kertas dengan angka yang tak pasti ketika mereka menyentil, mendengus, dan mengelitik keringat kami di tengah keramaian yang menghimpit. begitu banyak sabda di alam raya ini. mencengangkan pula membunuhmu. maka kubedakan dirimu dengan mereka. adalah matamu.
barangkali aku memang tak begitu pandai mengingat tentang masa kanakku dengan pasti. sebab ketika aku mengingatnya hanya redup malam yang begitu lelah di pelupuk mataku. namun, tidakkah kau mengerti? bahwa perkara melupakan adalah perkara mengingat yang paling mudah. sebab melupakan adalah usaha. udaha adalah dorongan. dorongan adalah paksaan. paksaan adalah tubuhmu. dan tubuhmu akan menyisa siska. betapapun itu. maka biarlah kekosongan di tubuh ini menjadi satu-satunya hal yang mengisi tubuhku. sebab di suatu pagi, kau hanya akan bercerita dengan matamu.
tak ada yang salah untuk menjadi hujan. biarlah. sebab kata akan menyingkap di tempat seharusnya kita berada. membingkai pandangmu juga pandangku dalam satu wajah yang esa.
0 comments:
Post a Comment